Paradigma Administrasi Negara: George Fredrickson Version.

/
0 Comments

Paradigma Administrasi Negara Baru menurut H. George Frederickson terdiri dari lima paradigma antara lain :
  1. Masa Birokrasi,
  2. Masa Neobirokrasi,
  3. Masa Instuisi,
  4. Masa Hubungan Kemanusiaan, dan
  5. Masa Pilihan Publik,

Model Birokrasi Klasik.

Tokoh : Taylor, Wilson, Weber, Gullick Urwick

Birokrasi adalah suatu usaha dalam mengorganisir berbagai pekerjaan agar terselenggara dengan teratur. Pekerjaan ini bukan hanya melibatkan banyak personil (birokrat), tetapi juga terdiri dari berbagai peraturan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Birokrasi diperlukan agar penyelenggaraan tugas pemerintahan tersebut terlaksana secara efisien, efektif dan ekonomis. Dalam memahami lebih jelas pengertian birokrasi ini, maka dikemukakan ciri-ciri idealnya dari Max Weber (Frederickson, 1984) yang dikenal sebagai salah satu tokoh dalam aliran birokrasi klasik (atau aliran tradisional). Ciri-ciri ini antara lain; suatu birokrasi terdiri dari berbagai kegiatan, pelaksanaan kegiatannya didasarkan pada peraturan yang konsisten, jabatan dalam organisasi tersusun dalam bentuk hierarki, pelaksanaan tugas dengan impersonality, sistem rekruitmen birokrat berdasar pada sistem kecakapan (karier) dan menganut sistem spesialisasi, dan penyelenggaraan pemerintahan dilakukan secara terpusat (sentralisasi).
Meskipun birokrasi klasik ini banyak dikritik, namun sampai sekarang, tetap ada beberapa karakteristik dari model ini yang bertahan dalam birokrasi pemerintahan. Kelemahan-kelemahannya antara lain, seperti terlalu kakunya peraturan yang menyertai model ini, menyebabkan banyak ahli yang melakukan penelitian untuk penyempurnaannya.


Model Neo Birokrasi

Tokoh : Simon,Cyert, March,Gore

Model pendekatan neo-birokrasi merupakan salah satu model dalam erabehavioral. Nilai yang dimaksimumkan adalah efisiensi, ekonomi, dan tingkat rasionalisme yang tinggi dari penyelenggaraan pemerintahan. Unit analisisnya lebih banyak tertuju pada fungsi “pengambilan keputusan” (decision making) dalam organisasi pemerintahan. Dalam proses pengambilan keputusan ini, pola pemikirannya bersifat “rasional”; yakni keputusan-keputusan yang dibuat sedapat mungkin rasional untuk dapat mencapai tujuan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; model pengambilan keputusan didasarkan pada prinsip manajemen modern; pendekatan dalam mengambil keputusan didasarkan pada analisis sistem; dan di dalam praktiknya banyak menggunakan penelitian operasi (operation research).

Kelebihan model ini, telah banyak dibuktikan melalui “unit analisisnya” yang lebih didasarkan pada teknik-teknik ilmu manajemen yang telah mapan sebagai kelengkapan pemecahan masalah dalam banyak organisasi besar, termasuk organisasi militer dan pemerintahan. Teknik manajemen ilmiah telah banyak digunakan dalam kegiatan penganggaran, penjadwalan proyek, manajemen persediaan, program perencanaan karyawan, serta pengembangan produk untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Dibalik kelebihannya, juga memiliki berbagai kelemahan, antara lain tidak semua persoalan dalam pemerintahan dapat dikuantitatifkan dalam menerapkan prinsip manajemen ilmiah seperti yang diharapkan dalam penerapan model ini.


Model Kelembagaan

Tokoh : Lindbloom, J. Thompson, Mosher, Blau, Riggs

Model kelembagaan merupakan penjelmaan dari era behavioralisme. Ciri-cirinya, antara lain bersifat empiris. Di samping memperhatikan aspek internal, juga pada aspek ekstemal, seperti aspek budaya turut menjadi perhatian utama dalam kajian organisasi pemerintahan (sistem terbuka). Para penganut model ini lebih tertarik mempelajari organisasi pemerintahan apa adanya (netral), dibanding mengajukan resep perbaikan (intervensi) yang harus dilakukan dalam peningkatan kinerja organisasi pemerintahan. Namun demikian, hasil karya dari tokoh penganut aliran sangat berjasa dalam pengembangan teori organisasi, karena hasil-hasil karya yang ada sebelumnya cenderung menganalisis organisasi dengan “sistem tertutup” tanpa memperhitungkan aspek eksternal organisasi, yang secara realita sangat menentukan terhadap kinerja organisasi pemerintahan.









Model Hubungan Kemanusiaan

Tokoh : Mcgregor, Argyris
 

Model hubungan kemanusiaan mengkritik model-model birokrasi. pemerintahan yang ada sebelumnya, yakni model birokrasi klasik dan model neo-birokrasi yang terlalu memformalkan seluruh kegiatan dalam organisasi pemerintahan. Model hubungan kemanusiaan melihat secara empiris, bahwa ternyata aturan yang terlalu kaku, dapat menimbulkan kebosanan orang (birokrat) bekerja dalam organisasi.

Ciri-ciri model ini, antara lain melihat perlunya diperhatikan; hubungan antarpribadi, dinamika kelompok, komunikasi, sanksi yang tidak perlu merata, pelatihan, motivasi kerja dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintahan. Sejalan dengan ciri-ciri tersebut, maka nilai yang dimaksimalkan adalah kepuasan kerja, perkembangan pribadi, harga diri individu dalam organisasi pemerintahan. Model ini tetap menganjurkan perlunya pengawasan, namun tidak perlu dilakukan secara ketat dan merata kepada semua anggota organisasi. Hanya mereka yang memerlukan pengawasan adalah yang perlu diberikan. Hal yang paling penting dilakukan adalah memperbaiki sistem organisasi agar tercipta suasana kerja yang memungkinkan anggota organisasi dapat berhubungan secara baik dengan rekan kerjanya agar tercipta suasana yang dapat meningkatkan inovasi aparatur pemerintahan.


Model Hubungan Publik

Tokoh : Ostrom, Buchanan, Olson, Oppenheimer

Model birokrasi pilihan publik merupakan pendekatan yang paling mutakhir dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pendekatan ini masih banyak bersifat teoretis dibanding bukti empiris di lapangan. Resep-resep yang ada dalam penyelenggaraan pemerintahan kebanyakan bersifat ideal, namun bukti penerapannya, masih tergolong langka. Hal ini antara lain disebabkan karena pendekatan ini memang relatif masih muda usianya.

Ciri-cirinya, antara lain; lebih bersifat anti birokratis, berdasar pada distribusi pelayanan, desentralisasi, dan tawar-menawar yang berorientasi kepada klien. Ada berbagai prasyarat yang seharusnya terpenuhi dalam penerapan model ini, antara lain: (1) sistem politik harus dapat menjamin partisipasi dalam mengemukakan pendapat secara objektif dan bertanggung jawab; (2) sistem administrasi pemerintahan yang selalu dinamis, mampu menyesuaikan diri dengan fungsi yang terus berubah; (3) birokrat harus mampu mengoreksi diri sendiri, dan; (4) perlu ada langkah kongkrit yang dapat dilakukan dalam mengefektifkan pemberdayaan masyarakat, antara lain adalah meningkatkan kesadaran kritis dalam hal politik pada berbagai lapisan masyarakat. Langkah ini terlaksana apabila terjadi komunikasi yang “dialogis” antara perumus kebijaksanaan dan masyarakat pengguna pelayanan.


You may also like

Tidak ada komentar: