Perkembangan Paradigma Administrasi Negara

/
0 Comments

Dalam hubungannya dengan perkembangan ilmu administrasi publik, krisis akademis terjadi beberapa kali sebagaimana terlihat dari pergantian paradigma yang lama dengan yang baru. Nicholas Henry melihat perubahan paradigma ditinjau dari pergeseran locus dan focus suatu disiplin ilm. Fokus mempersoalkan “what of the field” atau metode dasar yang digunakan atau cara-cara ilmiah apa yang dapay digunakan untuk memecahkan suatu persoalan. Sedang locus mencakup “where of the field” atau medan atau tempat dimana metode tersebut digunakan atau diterapkan.

Berdasarkan locus dan focus suatu disiplin ilmu, Henry membagi paradigma administrasi negara menjadi lima, yaitu:
  • Paradigma Dikotomi Politik dan Administrasi (1900-1926)
  • Paradigma Prinsip-Prinsip Administrasi (1927-1937)
  • Paradigma Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik (1950-1970)
  • Paradigma Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi (1956-1970)
  • Paradigma Administrasi Negara sebagai Administrasi Negara (1970an)
Pada tahun 1970an, George Frederickson memunculkan model Administrasi Negara Baru (New Public Administration). Paradigma ini merupakan kritik terhadap paradigma administrasi negara lama yang cenderung mengutamakan pentingnya nilai ekonomi seperti efisiensi dan efektivitas sebagai tolok ukur kinerja administrasi negara. Menurut paradigma Administrasi Negara Baru, administrasi negara selain bertujuan meraih efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan juga mempunyai komitmen untuk mewujudkan manajemen publik yang responsif dan berkeadilan (social equity).

Pada tahun 1980 – 1990an muncul paradigma baru dengan berbagai macam sebutan seperti ’managerialism’, ’new public management’, ’reinventing government’, dan sebagainya. Paradigma administrasi negara yang lahir pada era tahun 1990an pada hakekatnya berisi kritikan terhadap administrasi model lama yang sentralistis dan birokratis. Ide dasar dari paradigma semacam NPM dan Reinventing Government adalah bagaimana mengadopsi model manajemen di dunia bisnis untuk mereformasi birokrasi agar siap menghadapi tantangan global.

Pada tahun 2003, muncul paradigma New Public Service (NPS) yang dikemukakan oleh Dernhart dan Derhart. Paradigma ini mengkritisi pokok-pokok pemikiran paradigma administrasi negara pro-pasar. Ide pokok paradigma NPS adalah mewujudkan administrasi negara yang menghargai citizenship, demokrasi dan hak asasi manusia.

Untuk memberikan gambaran tentang perkembangan paradigma dalam teori administrasi negara, buku ini membatasi pada empat paradigma yaitu Paradigma Administrasi Negara Tradisional atau disebut juga sebagai paradigma Administrasi Negara Lama (Old Public Administration), Paradigma New Public Administration, Paradigma New Public Management, dan Paradigma Governance /New Public Service.


Paradigma Administrasi Negara Lama

Paradigma Administrasi Negara Lama dikenal juga dengan sebutan Administrasi Negara Tradisional atau Klasik. Paradigma ini merupakan paradigma yang berkembang pada awal kelahiran ilmu administrasi negara. Tokoh paradigma ini adalah antara lain adalah pelopor berdirinya ilmu administrasi negara Woodrow Wilson dengan karyanya “The Study of Administration”(1887) serta F.W. Taylor dengan bukunya “Principles of Scientific Management”

Dalam bukunya ”The Study of Administration”, Wilson berpendapat bahwa problem utama yang dihadapi pemerintah eksekutif adalah rendahnya kapasitas administrasi. Untuk mengembangkan birokrasi pemerintah yang efektif dan efisien, diperlukan pembaharuan administrasi pemerintahan dengan jalan meningkatkan profesionalisme manajemen administrasi negara. Untuk itu, diperlukan ilmu yang diarahkan untuk melakukan reformasi birokrasi dengan mencetak aparatur publik yang profesional dan non-partisan. Karena itu, tema dominan dari pemikiran Wilson adalah aparat atau birokrasi yang netral dari politik. Administrasi negara harus didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen ilmiah dan terpisah dari hiruk pikuk kepentingan politik. Inilah yang dikenal sebagai konsep dikotomi politik dan administrasi. Administrasi negara merupakan pelaksanaan hukum publik secara detail dan terperinci, karena itu menjadi bidangnya birokrat tehnis. Sedang politik menjadi bidangnya politisi.

Ide-ide yang berkembang pada tahun 1900-an memperkuat paradigma dikotomi politik dan administrasi, seperti karya Frank Goodnow ”Politic and Administration”. Karya fenomenal lainnya adalah tulisan Frederick W.Taylor ”Principles of Scientific Management (1911). Taylor adalah pakar manajemen ilmiah yang mengembangkan pendekatan baru dalam manajemen pabrik di sector swasta – Time and Motion Study. Metode ini menyebutkan ada cara terbaik untuk melaksanakan tugas tertentu. Manajemen ilmiah dimaksudkan untuk meningkatkan output dengan menemukan metode produksi yang paling cepat, efisien, dan paling tidak melelahkan.Jika ada cara terbaik untuk meningkatkan produktivitas di sector industri, tentunya ada juga cara sama untuk organisasi public.Wilson berpendapat pada hakekatnya bidang administrasi adalah bidang bisnis, sehingga metode yang berhasil di dunia bisnis dapat juga diterapkan untuk manajemen sektor publik.

Teori penting lain yang berkembang adalah analisis birokrasi dari Max Weber. Weber mengemukakan ciri-ciri struktur birokrasi yang meliputi hirarki kewenangan, seleksi dan promosi berdasarkan merit system, aturan dan regulasi yang merumuskan prosedur dan tanggungjawab kantor, dan sebagainya. Karakteristik ini disebut sebagai bentuk kewenangan yang legal rasional yang menjadi dasar birokrasi modern.

Ide atau prinsip dasar dari Administrasi Negara Lama (Dernhart dan Dernhart, 2003) adalah :
  • Fokus pemerintah pada pelayanan publik secara langsung melalui badan-badan pemerintah.
  • Kebijakan publik dan administrasi menyangkut perumusan dan implementasi kebijakan dengan penentuan tujuan yang dirumuskan secara politis dan tunggal.
  • Administrasi publik mempunyai peranan yang terbatas dalam pembuatan kebijakan dan kepemerintahan, administrasi publik lebih banyak dibebani dengan fungsi implementasi kebijakan publik.
  • Pemberian pelayanan publik harus dilaksanakan oleh administrator yang bertanggungjawab kepada ”elected official” (pejabat/birokrat politik) dan memiliki diskresi yang terbatas dalam menjalankan tugasnya.
  • Administrasi negara bertanggungjawab secara demokratis kepada pejabat politik.
  • Program publik dilaksanakan melalui organisasi hirarkis, dengan manajer yang menjalankan kontrol dari puncak organisasi.
  • Nilai utama organisasi publik adalah efisiensi dan rasionalitas.
  • Organisasi publik beroperasi sebagai sistem tertutup, sehingga partisipasi warga negara terbatas.
  • Peranan administrator publik dirumuskan sebagai fungsi POSDCORB


Paradigma Administrasi Negara Baru

Paradigma ini berkembang tahun 1970an. Paradigma Administrasi Negara Baru (New Public Administration) muncul dari perdebatan hangat tentang kedudukan administrasi negara sebagai disiplin ilmu maupun profesi. Dwight Waldo menganggap administrasi negara berada dalam posisi revolusi ( a time of revolution) sehingga mengundang para pakar ilmu administrasi negara dalam suatu konferensi yang menghasilkan kumpulan makalah ”Toward a New Public Administration : The Minnowbrook Perspective” (1971). Tujuan konferensi ini adalah mengidentifikasi apa saja yang relevan dengan administrasi negara dan bagaimana disiplin administrasi negara harus menyesuaikan dengan tantangan tahun 1970an. Salah satu artikel dalam kumpulan makalah ini adalah karya George Frederickson berjudul ”The New Public Administration”.

Paradigma New Public Administration pada dasarnya mengkritisi paradigma administrasi lama atau klasik yang terlalu menekankan pada parameter ekonomi. Menurut paradigma Administrasi Negara Baru, kinerja administrasi publik tidak hanya dinilai dari pencapaian nilai ekonomi ,efisiensi, dan efektivitas ,tapi juga pada nilai “social equity” (disebut sebagai pilar ketiga setelah nilai efisiensi dan efektivitas). Implikasi dari komitmen pada ”social equity”, maka administrator publik harus menjadi ’proactive administrator’ bukan sekedar birokrat yang apolitis.

Fokus dari Administrasi Negara Baru meliputi usaha untuk membuat organisasi publik mampu mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan secara maksimal yang dilaksanakan dengan pengembangan sistem desentralisasi dan organisasi demokratis yang responsif dan partisipatif, serta dapat memberikan pelayanan publik secara merata. Karena administrasi negara mempunyai komitmen untuk mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan (social equity), maka Frederickson menolak pandangan bahwa administrator dan teori-teori administrasi negara harus netral dan bebas nilai.


Paradigma New Public Management

Paradigma New Public Management (NPM) muncul tahun 1980an dan menguat tahun 1990an sampai sekarang. Prinsip dasar paradigma NPM adalah menjalankan administrasi negara sebagaimana menggerakkan sektor bisnis (run government like a business atau market as solution to the ills in public sector). Strategi ini perlu dijalankan agar birokrasi model lama - yang lamban, kaku dan birokratis – siap menjawab tantangan era globalisasi.

Model pemikiran semacam NPM juga dikemukakan oleh David Osborne dan Ted Gaebler (1992) dalam konsep ”Reinventing Government”.Osbone dan Gaebler menyarankan agar meyuntikkan semangat wirausaha ke dalam sistem administrasi negara. Birokrasi publik harus lebih menggunakan cara ”steering” (mengarahkan) daripada ”rowing” (mengayuh). Dengan cara ”steering”, pemerintah tidak langsung bekerja memberikan pelayanan publik, melainkan sedapat mungkin menyerahkan ke masyarakat. Peran negara lebih sebagai fasilitator atau supervisor penyelenggaraan urusan publik. Model birokrasi yang hirarkis-formalistis menjadi tidak lagi relevan untuk menjawab problem publik di era global.

Ide atau prinsip dasar paradigma NPM (Dernhart dan Dernhart, 2003) adalah:
  • Mencoba menggunakan pendekatan bisnis di sektor publik
  • Penggunaan terminologi dan mekanisme pasar , dimana hubungan antara organisasi publik dan customer dipahami sebagaimana transaksi yang terjadi di pasar.
  • Administrator publik ditantang untuk dapat menemukan atau mengembangkan cara baru yang inovatif untuk mencapai hasil atau memprivatisasi fungsi-fungsi yang sebelumnya dijalankan pemerintah.
  • ”steer not row” artinya birokrat/PNS tidak mesti menjalankan sendiri tugas pelayanan publik, apabila dimungkinkan fungsi itu dapat dilimpahkan ke pihak lain melalui sistem kontrak atau swastanisasi.
  • NPM menekankan akuntabilitas pada customer dan kinerja yang tinggi, restrukturisasi birokrasi, perumusan kembali misi organisasi, perampingan prosedur, dan desentralisasi dalam pengambilan keputusan


Paradigma New Public Service dan Governance

Paradigma New Public Service (NPS) merupakan konsep yang dimunculkan melalui tulisan Janet V.Dernhart dan Robert B.Dernhart berjudul “The New Public Service : Serving, not Steering” terbit tahun 2003. Paradigma NPS dimaksudkan untuk meng”counter” paradigma administrasi yang menjadi arus utama (mainstream) saat ini yakni paradigma New Public Management yang berprinsip “run government like a businesss” atau “market as solution to the ills in public sector”.

Menurut paradigma NPS , menjalankan administrasi pemerintahan tidaklah sama dengan organisasi bisnis. Administrasi negara harus digerakkan sebagaimana menggerakkan pemerintahan yang demokratis. Misi organisasi publik tidak sekedar memuaskan pengguna jasa (customer) tapi juga menyediakan pelayanan barang dan jasa sebagai pemenuhan hak dan kewajiban publik.

Paradigma NPS memperlakukan publik pengguna layanan publik sebagai warga negara (citizen) bukan sebagai pelanggan (customer). Administrasi negara tidak sekedar bagaimana memuaskan pelanggan tapi juga bagaimana memberikan hak warga negara dalam mendapatkan pelayanan publik. Cara pandang paradigma NPS ini ,menurut Dernhart (2008), diilhami oleh (1) teori politik demokrasi terutama yang berkaitan dengan relasi warga negara (citizens) dengan pemerintah, dan (2) pendekatan humanistik dalam teori organisasi dan manajemen.

Paradigma NPS memandang penting keterlibatan banyak aktor dalam penyelenggaraan urusan publik. Dalam administrasi publik apa yang dimaksud dengan kepentingan publik dan bagaimana kepentingan publik diwujudkan tidak hanya tergantung pada lembaga negara. Kepentingan publik harus dirumuskan dan diimplementasikan oleh semua aktor baik negara, bisnis, maupun masyarakat sipil. Pandangan semacam ini yang menjadikan paradigma NPS disebut juga sebagai paradigma Governance. Teori Governance berpandangan bahwa negara atau pemerintah di era global tidak lagi diyakini sebagai satu-satunya institusi atau aktor yang mampu secara efisien, ekonomis dan adil menyediakan berbagai bentuk pelayanan publik sehingga paradigma Governance memandang penting kemitraan (partnership) dan jaringan (networking) antar banyak stakeholders dalam penyelenggaraan urusan publik.



Sumber :
  • Tri Kadarwati. 2001. Administrasi Negara Perbandingan. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
  • Yeremias T. Keban. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik : Konsep, Teori dan Isu. Penerbitan Gaya Media. Yogyakarta.
  • Owen E.Hughes. Public Management and Administration: An Introduction. St. Martin’s Press,Inc. New York.1994.
  • Janet V. Dernhart dan Robert B. Dernhart. 2003. The New Public Service : Serving, not Steering. M.E Sharpe, New York.
  • Robert B. Dernhart. 2008. Theories of Public Organization. Thomson & Wadsworth. USA.Fifth Edition


You may also like

Tidak ada komentar: