Paradigma Administrasi Negara: Nicholas Henry Version.

/
0 Comments

Pada awal masa perkembangannya, Ilmu Administrasi Negara memiliki pandangan dari beberapa ahli Administrasi Negara. Para ahli Ilmu Administrasi Negara menciptakan paradigma yang menjadi ciri Administrasi Negara. Ada 5 paradigma dalam ilmu administrasi negara yang di ungkapkan oleh Nicholas Henry dalam bukunya. Kelima paradigma itu antara lain :
  • Paradigma 1: Dikotomi politik-administrasi (1900-1926). 
  • Paradigma 2: Prinsip - prinsip administrasi negara (1927-1937). 
  • Paradigma 3: Administrasi negara sebagai ilmu politik (1950-1970) 
  • Paradigma 4: Administrasi Negara sebagai ilmu administrasi (1956-1970). 
  • Paradigma 5: Administrasi negara sebagai administrasi negara (1970 – sampai sekarang).



Paradigma 1: DIKOTOMI POLITIK - ADMINISTRASI

Waktu yang menandai periode Paradigma I adalah dipublikasikannya buku yang di tulis oleh Frank J. Goodnow dan Leonard D. White. Di dalam buku Politics Administration (1900), Goodnow berpendapat bahwa ada dua fungsi yang berbeda dari pemerintah. “politik” menurut Goodnow, harus berhubungan dengan kebijaksanaan atau berbagai masalah yang berhubungan dengan tujuan negara. Sedangkan Administrasi harus berkaitan dengan pelaksanaan kebijaksanaan tersebut. Dengan demikian yang menjadi dasar pembeda adalah pemisahan kekuasaan.

Penekanan paradigma I adalah pada lokus (tempat) di mana administrasi negara berada. Goodnow dan para pengikutnya berpendapat administrasi negara seharusnya memfokuskan diri pada birokrasi pemerintahan.

Administrasi Negara mendapat pengakuan akademis pada 1920an. Di mulai dari penerbitan buku Leonard D. White, Introduction pada 1926, buku pelajaran pertama yang membahas secara menyeluruh bidang administrasi negara. Hasil paradigma I memperkuat pemikiran dikotomi politik/administrasi yang berbeda, dengan menghubungkannya dengan dikotomi nilai/fakta yang berhubungan. Segala sesuatu yang di pelajari oleh para ahli administrasi negara dalam lembaga eksekutif akan memberi warna dan legitimasi keilmiahan dan kefaktualan administrasi negara, sedang studi pembuatan kebijakan publik menjadi kajian para ahli ilmu politik.


Paradigma 2: PRINSIP-PRINSIP ADMINISTRASI NEGARA


Paradigma ini menitikberatkan pada prinsip-prinsip administrasi yang diperkenalkan oleh Willoughby, Gullick dan Urwick. Selama fase, sebagaimana di gambarkan oleh paradigma 2, inilah administrasi mencapai puncak kejayaannya. Para ahli administrasi negara di terima baik oleh kalangan industri maupun kalangan pemerintah selama tahun 1930-an dan awal tahun 1940an, karena kemampuan manajerialnya. Fokus bidang ini yaitu keahlian dalam bentuk prinsip-prinsip administrasi bertambah luas. Lokus administrasi negara berlaku di mana pun, karena prinsip adalah tetap prinsip, dan tetap administrasi. Prinsip-prinsip administasi ada dan tetap berlaku, dengan batasan, prinsip-prinsip “bekerja” dalam suasana administrasi manapun, tanpa memandang budaya, fungsi, lingkungan, misi, ataupun kerangka institusional serta tanpa pengecualian prinsip-prinsip tersebut dapat di terapkan di mana pun juga dengan berhasil.

Bagi Gulick dan Urwick, prinsip-prinsip administrasi adalah penting, sedangkan prinsip tersebut diterapkan tidaklah penting. Dengan kata lain “fokus lebih penting daripada lokus”.

“Tesis umum tulisan ini adalah : bahwa ada prinsip-prinsip yang yang bisa di temukan secara induktif dari kajian organisasi manusia yang menentukan susunan semua jenis asosiasi manusia. Prinsip-prinsip dapat di pelajari sebagai masalah teknis, tanpa memandang tujuan, orang yang ada di dalamnya, ataupun undang-undang, teori sosial atau politik yang mendasari terciptanya asosiasi tersebut”. Gulick dan Urwick mengajukan tujuh prinsip administrasi dalam anagram singkat, POSDCORB. Yang merupakan ungkapan akhir prinsip-prinsip administrasi. Anagram itu adalah kepanjangan dari :
  • Planning
  • Organizing 
  • Staffing 
  • Directing 
  • Coordinating 
  • Ordinating 
  • Reporting
  • Budgeting
Masa Penuh Tantangan (1939 - 1947)

Pada tahun berikutnya (1938), untuk pertama kalinya aliran utama administrasi negara mendapat tantangan konseptual. Pada 1940-an, ketidaksepakatan terhadap administrasi negara ini dipacu dari arah yang saling menguat. Salah satu keberatan adalah, politik dan administrasi tidak akan pernah dapat dipisahkan sedikit pun. Sementara yang lain berpendapat, prinsip-prinsip administrasi secara logis tidak konsisten.

Gejala tentang adanya pertentangan pendapat di mulai tahun 1930an, buku bacaan bidang ini, yaitu Elements of Public Adminstration, yang di sunting oleh Fritz Morstein pada 1946, merupakan salah satu terbitan yang pertama kali mempertanyakan asumsi yang mempertentangkan politik dan administrasi. Empabelas artikel dalam buku itu menunjukkanadanya suatu kesadaran baru bahwa apa yang sering nampak sebagai “administrasi” yang bebas nilai, adalah nilai yang ada dalam “politik”.

Administrasi negara selalu menjalankan kekuasaan dan berkuasa. Pelaksanaan kekuasaan adalah demi kepentingan rakyat (probonopublico), membantu pemegang kekuasaan memerintah lebih efektif. Setiap orang memperoleh keuntungan dari pemerintahan yang baik. Perhatian terhadap kekuasaan tertutupi oleh dikotomi yang mencolok antara politik dan administrasi. Namun dikotomi tersebut lebih mempertahankan keduanya terpisah, sesungguhnya memberikan kerangka dalam menjalankan politik dan administrasi secara bersama-sama. Dikotomi menyebabkan lebih tingginya administrasi daripadapolitik. Akhirnya dikotomi di tolak bukan karena dikotomi tersebut memisahkan politik dan administrasi, melainkan karena ia menggabungkan ke duanya dengan cara yang melanggar norma-norma pluralis ilmu politik paska perang.

Selain itu, tantangan lain yang muncul bersamaan dengan tantangan terhadap dikotomi politik tradisional/administrasi adalah suatu pertentangan tentang hal yang mendasar: bahwa tidak ada sesuatu yang di sebut “prinsip” administrasi.

Robert A. Dhal menerbitkan “The Science of Public Administratio: Three Problems”. Dalam karangan ini ia berpendapat, perkembangan prinsip-prinsip administrasi yang universal tersandung dengan adanya halangan berbagai pertentangan mengenai hal-hal yang paling utama dalam organisasi, perbedaan kepribadian individu, dan kerangka sosial, yang berbeda dari kebudayaan satu kekebudayaan lainnya. Pengujian yang paling rinci mengenai gagasan-gagasan prinsip muncul pada 1947: dalam buku Simon, Adinistrative Behavior: A Study of Decision-Making Processes in Administration Organization. Simon menunjukkan bahwa dalam setiap “prinsip” administrasi ada suatu counterprinsip dan karena itu menyebabkan keseluruhan ide dari prinsip-prinsip tersebut dapat di bantah. Sebagai contoh, literatur tradisional administrasi menyatakan bahwa birokrasi harus mempunyai “lingkup pengawasan” yang sempit agar pesan-pesan bisa disampaikan dan di laksanakan secara efektif.

Reaksi Terhadap Berbagai Tantangan (1947)


Menurut Simon, suatu paradigma administrasi negara yang baru seharusnya memiliki 2 macam ahli administrasi negara yang bekerja secara serasi dan saling memberi dorongan: yang memusatkan perhatian pada perkembangan “ilmu administrasi murni” yang berdasarkan pada “dasar-dasar psikologi sosial secara seksama’’, dan kelompok lainnya yang lebih memusatkan perhatian pada “pembuatan kebijaksanaan umum”.

Meskipun usulannya menekankan masalah kecermatan dan sifat normatif, Simon menghendaki agar “ilmu murni” ditunda dulu karena, ada gangguan dalam masalah POSDCORB, yaitu mengenai dasar dari pencaplokan “ilmu murni”. Para penentang pada tahun 1940-an telah menunjukkan bahwa prinsip administrasi merupakan ungkapan ilmu yang sangat jelas. Konsekuensinya, administrasi negara semakin skeptis karena gejala administrasi harus dimengerti dengan istilah-istilah yang keseluruhannya bersifat ilmiah. Kedua, Simon berpendapat bahwa psikologi sosial memberikan dasar pemahaman terhadap pelanggaran tingkah laku administrasi yang bagi ahli administrasi negara dianggap sebagai asing yang tidak menyenangkan. Ketiga, karena ilmu dirasa sebagai bebas nilai, diikuti bahwa ilmu administrasi secara logis akan melarang ahli administrasi negara dari apa yang mereka rasa sebagai sumber masalah: teori politik normatif, konsep kepentingan umum, dan keseluruhan aneka macam nilai kemanusiaan.

Serangan yang dilancarkan oleh Simon dan para pengikutnya juga penentang paradigma tradisional, tidak hanya ditujukan kepada ilmuan politik tetapi juga ilmuan administrasi negara. Bagi Simon dan pengikutnya, ilmuan administrasi negara memiliki pemikat dan tongkat pendorong, hanya untuk tetap berada di dalam ilmu politik tetapi juga untuk memperkuat berbagai kaitan konseptual antara kedua bidang ini. Sebelum Pasca Perang Dunia II ilmuan politik berada di bawah senjata penuh, dan kurang memberikan kesempatan sub bidangnya yang mempunyai prestis tinggi melepaskan diri. Ilmu ini terguncang oleh “revolusi pendekatan tingkah laku” yang terjadi pada ilmu-ilmu sosial yang lain. Asosiasi ilmu politik Amerika mengalami kesulitan keuangan yang sangat berat. Para ilmuan politik sadar bahwa tidak hanya ilmuan administrasi negara saja yang mengancam memisahka diri, juga sub bidang lain, seperti hubungan internasional yang berada dalam ketidakpastian.



Paradigma 3: ADMINISTRASI NEGARA SEBAGAI ILMU POLITIK

Akibat dari perhatian dan kritik-kritik konseptual yang mengalir, administrasi negara melompat kebelakang denga serta merta kedalam induk disiplin ilmu politik. Hasilnya adalah diperbaharuinya kembali penentuan lokus yaitu birokrasi pemerintah tetapi dengan demikian kehilangan fokusnya.

Pada 1962 administrasi negara tidak lagi termasuk dalam sub bidang ilmu politik di dalam laporan Komite Ilmu Politik sebagai disiplin asosiasi ilmu politik Amerika. Paling tidak, ada dua perkembangan yang terjadi selama periode ini yang cukup mencerminkan adanya perbedaan dalam masalah mengurangi ketegangan antara para ilmuan administrasi dan ilmuan politik secara berangsur-angsur. Peningkatan penggunaan studi kasus sebagai instrumen epistomologi, perbandingan pembangunan administrasi yang mana mengalami pasang surut sebagai sub bidang administrasi negara.

Kesulitan kalangan intelektual dalam menggunakan studi kasus mencerminkan adanya keadaan administrasi pada saat itu: kalangan sarjana yang tidak bersemangat, terisolasi dari koleganya, tapi mencoba mengatasinya dengan cara yang mereka ketahui.

Perbandingan dan Pembangunan Administrasi

Administrasi negara lintas budaya (cross-cultural public administration), yang disebut juga pendekatan komparatif, merupakan bidang baru dari administrasi negara. Pada akhir 1940-an maka kuliah administrasi negara muncul di berbagai katalog di universitas, dan pada 1950-an Asoaiasi ilmu politik Amerika, perhimpuna masyarakat Amerika mengenai administrasi negara dan kantor administrasi negara membentuk panitia khusus menbenai perbandingan administrasi negara.

Pemberian bantuan kepada negara-negara Dunia ketiga ditekankan untik meningkatkan sub bidang perbandingan administrasi negara yang disebut Pembangunan Administrasi yang memusatkan pada negara-negara sedang berkembang. Menurut teminologi Riggs, perbandingan administrasi negara harus bersifat empiris, nomotetis, ekologi, dan lebih kurang, faktual dan ilmiah, dapat digeneralisir, sistematis dan non parokhial. Selain dalam perbandingan administrasi negara juga mempunyai maslah disiplin ilmu, ada ketegangan ganda dalam pelaksanaan yang berlawanan denga tujuan spektrum analisa perbandingan administrasi negara menimbulkan berbagai permasalahan integrasi konseptual. Tekanan berasal dari administrasi negara dan dari ilmu politik.

Administrasi negara mempunyai dua perbedaan, bidang yang lebih besar nyata dan jelas dipagari batas budaya. “parochialisme” administrasi negara Amerika mempunyai banyak kesamaam “parochialisme” ilmu-ilmu yang mendasarkan pada pendekatan tingkah laku pada umumnya, yang mengandung empat pemikiran pokok:
  1. Semua teori empiris meletakkan nilai-nilai ilmu sebagai pedoman pelaksanaan metode ilmiah.
  2. Pemilihan pokok masalah kajian selalu mencerminkan sosialisasi peneliti di dan untuk masyarakatnya.
  3. Manusia merupakan objek studi didalam ilmu-ilmu yang menganut pendekatan tingkah laku, nilai-nialai,sudut pandang, dan budaya yang harus dimasukkan sebagai bagian dari teori yangtelah dikembangkan.
  4. Dalam praktek, penggunaan teori dandata administrasi negara tidak dapat tidak, harus digaris batas budaya.
Perbedaan kedua adalah bahwa administrasi negara pada umumnya dengan perbandingan administrasi khususnya, mempunyai masalah pertentangan antara praktek dan teori.


Paradigma IV: ADMINISTRASI NEGARA SEBAGAI ILMU ADMINISTRASI


Dalam paradigma ilmu politik maupun ilmu administrasi adalah suatu kebenaran yang penting bahwa administrasi negara tidak mempunyai identitas dan keunikannya di dalam membatasi beberapa konsepnya yang “lebih besar”. Istilah ilmu administrasi di sini di gunakan sebagai penangkap semua frasa bagi kajian di dalam teori organisasi dan ilmu Manajemen. Sebagai Paradigma, ilmu administrasi menyajikan suatu fokus, bukan lokus. Sebagaimana dalam paradigma 2, administrasi adalah administrasi di manapun ia di temui; fokus lebih di perhatikan daripada lokus.

Awal tahun 1960-an “pengembangan Organisasi” makin banyak mendapat perhatian sebagai bidang khusus ilmu administrasi. Sebagai suatu fokus, pengembangan organisasi menawarkan alternatif ilmu politik yang menarik bagi banyak ahli administrasi negara. Yale University merupakan promotor utama gagasan Pengembangan Organisasi dalam administrasi negara: lulusannya bergelar Doktor ilmu politik, namun transkrip mereka penuh dengan pembahasan manajemen industri. Ada satu masalah dalam rute ilmu administrasi, meskipun tidak terdapat prinsip-prinsip universal dalam ilmu administrasi, ia berani berpendapat bahwa semua organisasi dan metodologi manajerial pada umumnya memiliki pola-pola, karakteristik-karateristik dan kelemahan-kelemahan tertentu.

Dalam prakteknya ini sering berarti bidang ilmu administrasi niaga akan menyerap bidang ilmu administrasi negara. Apakah bidang studi yang mementingkan unsur keuntungan ini cukup memperhatikan nilai kepentingan umum yang vital sebagai salah satu aspek ilmu administrasi. Yang merupakan satu pertanyaan atas arti penting administrasi negara. Dewasa ini para ahli administrasi negara mulai menerima bahwa kata negara dalam administrasi negara tak bisa di artikan dalam makna institusi seperti masa sebelumnya. Kata tersebut kini di artikan sebagai makna filosofis, normatif, dan etika.


Kekuatan Separatisme: "Ilmu dan Masyarakat" dan "Administrasi Negara Baru"


Evolusi “ilmu pengetahuan dan masyarakat” pada kurikulum universitas terjadi selama akhir tahun 1960an. Hal ini merupakan isyarat intelektual dari minat akademik yang lebih dalam dan baru atas hubungan antara pengetahuan dan kekuasaan, birokrasi dan demokrasi, teknologi dan manajemen, serta kaitannya dengan “teknobirokratik”.

Karena adanya fokus baru atas ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebijakan umum inilah, maka para ahli administrasi negara yang waktu itu masih bersatu dengan departemen ilmu politik menuntut pembedaan intelektual selama 1960-an. Tindakan ini mampu mengimbangi kendurnya identitas disipliner yang juga menimpa administrasi negara.

Dari kondisi tersebut muncullah perkembangan kedua yakni lahirnya “administrasi negara yang baru”. Fokusnya tak banyak membahas fenomena-fenomena tradisional seperti efisiensi, efektivitas, soal anggaran atau teknik-teknik administrasi. Administrasi negara baru tersebut sangat memperhatikan teori-teori normatif, filosofi, dan aktivisme. Ia banyak membahas hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai, etika, perkembangan para anggota secara individual dalam organisasi, hubungan birokrasi dengan fihak yang di layaninya, dan masalah-masalah yang luas seperti urbanisasi, teknologi, dan kekerasan. Administrasi negara baru ini merupakan seruan yang menuntut kemerdekaan administrasi negara dari ikatan ilmu politik dan ilmu administrasi. Gejala ilmu pengetahuan-dan-masyarakat serta administrasi negara baru tidak berumur panjang. Program-program, ilmu pengetahuan, teknologi dan kebijakan umum terpecah menjadi sumber-sumber khusus bagi topik-topik seperti sistem informasi, manajemen pertumbuhan, dan administrasi lingkungan. administrasi negara baru gagal memenuhi ambisinya dalam merevolusikan disiplinnya. Di tahun 1970-an, muncullah gerakan separatisme itu.


Paradigma V: ADMINISTRASI NEGARA SEBAGAI ADMINISTRASI NEGARA

Belum ada fokus bidang studi yang bisa di sebut “ilmu administrasi yang murni”. Yang ada adalah teori organisasi yang selama dua setengah dasawarsa terakhir memusatkan perhatian tentang bagaimana dan mengapa organisasi bekerja, bagaiman perilaku orang-orang di dalamnya dan mengapa demikian, serta bagaiman dan mengapa keputusan di buat.

Para ahli administrasi negara semakin banyak memberi perhatian pada bidang ilmu lain yang memang tak terpisahkan dari administrasi negara seperti ilmu politik, ekonomi politik, proses pembuatan kebijakan negara, serta analisisnya, dan perkiraan pengeluaran(output) kebijakan.


You may also like

Tidak ada komentar: