Kehidupan Bermasyarakat: Konflik dan Integrasi

/
0 Comments


Konflik merupakan gejala sosial yang melekat dalam kehidupan bermasyarakat, mutlak adanya, tidak dapat dihilangkan namun dapat diredusir kekuatannya. Setiap konflik memiliki pola-polanya sendiri. Hal ini dikarenakan setiap konflik memiliki penyebab yang berbeda satu sama lain. Dan untuk meredusir konflik ataupun menghindarinya diperlukan pemahaman terhadap penyebab-penyebab konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Dr. Nasikun dalam bukunya yang berjudul “Sistem Sosial Indonesia” berkeinginan untuk mengungkap dan memahami faktor-faktor timbulnya konflik sosial dalam masyarakat. Beliau menitikberatkan penelitiannya pada masalah konflik dan integrasi, mengingat Indonesia merupakan Negara yang besar dan plural. Dengan kepluralannya, Indonesia menjadi salah satu Negara yang rentan akan konflik dan masalah integrasi.

Dalam mengupas faktor-faktor timbulnya konflik, penulis memilih dua pendekatan yang dianggap mampu menjelaskan bagaimana dan mengapa konflik dan integrasi dapat terjadi. Bagaimana awalnya integrasi dapat terwujud, bagaimana pada akhirnya masyarakat yang tidak mampu berintegrasi dengan baik menjadi munculnya sebuah konflik. Dua pendekatan itu adalah pendekatan fungsional struktural atau fungsionalisme-struktural dan pendekatan konflik. Pendekatan fungsional struktural menjelaskan bahwa integrasi muncul karena adanya kesepakatan bersama suatu masyarakat tentang nilai-nilai yang ada dan mampu mengatasi perbedaan satu sama lain diantara anggota masyarakat. Pendekatan ini memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang utuh, tidak merupakan bagian-bagian yang terhubung satu sama lain. Sekalipun penyimpangan sosial terjadi, dalam jangka panjang hal tersebut teratasi dengan sendiri. Pendekatan ini juga menganggap perubahan sosial terjadi secara gradual, melalui penyesuaian-penyesuaian. Namun, apa yang dikemukakan oleh pendekatan fungsionalisme struktural tidak sepenuhnya benar. Hal ini bertolak pada kenyataan bahwa setiap struktur sosial pasti terjadi konflik-konflik internal dan tidak selalu perubahan terjadi secara gradual, melainkan revolusioner. Pendekatan ini, dikatakan penulis, mengabaikan 4 kenyataan yang bertentangan dengan anggapan mereka. Sehingga dari kelemahan itulah muncul pendekatan konflik yang melengkapi kekurangan pendekatan fungsionalisme struktural.


Pendekatan konflik lebih terbuka dalam mengungkap masalah perubahan sosial yang terjadi karena faktor internal dalam masyarakat itu sendiri. Berbanding terbalik dengan apa yang diungkapkan pendekatan fungsionalisme struktural, pendekatan konflik menyatakan bahwa proses perubahan tidak pernah berakhir, dan selalu ada konflik dalam tubuh masyarakat itu. Konflik intern terjadi karena pembagian wewenang yang tidak merata dalam masyarakat, menimbulkan kepentingan-kepentingan yang berlawanan. Pendekatan ini juga berpendapat bahwa konflik tidak dapat dihilangkan melainkan dikendalikan. Bentuk pengendalian yang paling penting adalah konsiliasi, diikuti mediasi dan arbritasi sebagai tahap berikutnya jika konsiliasi tidak berhasil dilaksanakan. Pengendalian-pengendalian konflik sosial tersebut diharapkan mampu mengurangi sekaligus menghindarkan dari kemungkinan-kemugkinan timbulnya ledakan sosial, seperti kekerasan.

Pendekatan-pendekatan itulah yang kemudian dipakai penulis secara bersamaan untuk dapat melengkapi satu sama lain untuk mengungkap faktor-faktor konflik sosial di Indonesia. Seperti yang diketahui, Indonesia adalah Negara yang plural; beragam budaya, bahasa, agama, dan adat. Oleh karena itu masyarakat Indonesia bisa disebut juga masyarakat majemuk. Ada beberapa pendapat dari beberapa tokoh tentang arti masyarakat majemuk yang diangkat oleh penulis. Kemajemukan, kata penulis, terjadi karena beberapa faktor. Ada dua dimensi struktur sosial Indonesia, dimensi horizontal dan vertical. Dilihat dari dimensi horizontal secara garis besar, kemajemukan terjadi karena faktor geografis Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau mengakibatkan beragam suku bangsa, faktor letak Indonesia yang berada di jalur perdagangan dunia mengakibatkan keberagaman agama, serta faktor iklim dan keadaan tanah yang berbeda menyebabkan keragaman regional Indonesia. Dari dimensi vertikal, kemajemukan terjadi antara masyarakat kota dan desa. Masyarakat kota cenderung modern dan praktis yang berkebalikan dengan masyarakat desa yang tradisional. Di buku dijelaskan kemajemukan yang paling mencolok terjadi di bidang ekonomi. Kemajemukan- kemajemukan tersebut mengindikasikan terjadinya konflik internal dikarenakan perbedaan kepentingan dari struktur sosial tersebut.


You may also like

Tidak ada komentar: