Konflik Sosial: Pembahasan dan Contoh

/
0 Comments

Konflik merupakan hal yang melekat dalam kehidupan masyarakat. Tidak ada konflik, berarti tidak ada masyarakat. Konflik adalah proses sosial dimana individu atau kelompok menyerang, membuat tidak berdaya atau menghancurkan individu atau kelompok lain. Dengan adanya konflik, akan memicu perubahan sosial di dalam masyarakat. Secara garis besar, konflik disebabkan karena adanya perbedaan-perbedaan. Perbedaan individu (perbedaan pendirian dan perasaan), perbedaan latar belakang kebudayaan, perbedaan kepentingan. Perbedaan-perbedaan tersebutlah yang mendorong sehingga konflik terjadi. Ketika individu-individu dalam masyarakat berinteraksi, tentunya ada tujuan masing-masing individu yang terbawa dalam interaksi. Dan karena adanya perbedaan-perbedaan tadi, membuat pencapaian tujuan berkonflik. Dari sinilah awal mula bisa terjadinya perubahan sosial.


Jenis konflik dibagi menjadi yaitu konflik pribadi (antar individu), konflik rasial, konflik antar kelas, konflik politik, konflik internasional. Konflik pribadi terjadi ketika ada perasaan tidak suka seseorang terhadap orang lain (karena perbedaan-perbedaan diantara keduanya) sehingga muncul rasa ingin memaki, menjatuhkan bahkan menghancurkan lawan. Konflik rasial adalah konflik yang muncul karena perbedaan ras dalam masyarakat. Penyebab utama dari konflik rasial biasanya berasal dari perbedaan latar belakang budaya. Konflik antar kelas adalah ketika kelompok yang tidak berdaya meminta kesamaan pembagian sumber daya pada kelompok yang berdaya, kelompok yang memiliki kekuasaan menguasai kelompok lain. Konflik politik adalah ketika proses penyelesaian suatu masalah, tiap kelompok dalam masyarakat menggunakan cara berpolitikan yg berbeda. Lebih sering tentang kebijakan pemerintah. Ada pihak yang mendukung (pro) dan ada juga yang tidak (kontra), sehingga terjadi konflik terbuka dalam masyarakat. Sedangkan konflik internasional adalah konflik antar Negara yang berdaulat. Bisa karena masalah perbatasan, politik luar negeri, kerja sama internasional, dan lain-lain.


Konflik juga mengakibatkan beberapa hal. Baik positif maupun negatif. Dampak positif dengan adanya konflik adalah meningkatkan solidaritas intern dalam suatu kelompok yang sedang bertikai dengan kelompok lain. Individu dalam masing-masing kelompok yang berkonflik akan menyatukan kekuatan, solidaritas, guna memenangkan konflik. Lalu konflik tersebut akan memawa masyaraka ke dalam suatu perubahan sosial sebagai tanggapan dari konflik tersebut. Sedangkan dampak negatif konflik adalah keretakan hubungan diantara dua kelompok yang bertikai, kerusakan harta benda, memakan korban luka maupun meninggal, dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya, mari kita ulas salah satu contoh konflik yang pernah terjadi di Indonesia, yaitu konflik vertical antara rakyat Aceh dengan Pemerintah.

Sebagaimana yang kita tahu, konflik Aceh dengan pemerintah pusat sudah terjadi sejak lama. Diawali dengan kekecewaan rakyat Aceh pada sikap Pemerintah yang menganaktirikan Aceh. Kemudian berlanjut karena rakyat Aceh merasa Pemerintah hanya mengambil sumber daya alam Aceh tanpa memberikan timbal balik yang setimpal. Ditambah dengan pendekatan militer yang diterapkan orde baru untuk menekan pergerakan GAM, semakin membuat konflik Aceh sulit untuk menemui jalan keluar. Selain itu juga karena faktor Indonesia yang baru saja merdeka, yang masih mencoba mencapai stabilitas Negara, membuat banyak sekali daerah-daerah yang ingin memerdekakan diri. Tetapi hanya Aceh dan Papua lah yang paling alot untuk mecapai kesepakatan damai.

Banyak sekali korban jiwa berjatuhan selama konflik Aceh. Bahkan sempat mendapat julukan ‘Aceh berlumur darah’ karena hal tersebut. Berbagai cara ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dialog antara Pemerintah dan Rakyat Aceh pun diadakan. Keterlibatan pihak ketiga sangat membantu dalam penyelesaian konflik antara Aceh dan Pemerintah pusat. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman, kedua belah pihak yang bersengketa memilih HDC (Henry Dunant Centre) untuk menjadi penengah atau pihak ketiga yang membantu penyelesaian masalah mereka. Namun, usaha tersebut tidak memunculkan titik terang. Justru permasalahan semakin rumit. Sehingga muncullah pro dan kontra atas kehadiran HDC tersebut. Negosiasi kembali dibuka pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kali ini CMI (Crisis Management Initiative) lah yang hadir sebagai pihak ketiga untuk menjembatani permasalahan yang dihadapi RI-GAM. Negosiasi tersebut menumbuhkan titik terang dan menghasilkan nota kesepahaman perdamaian antara RI-GAM di Helsinki.

Dari penjelasan tersebut hal yang dapat diambil kesimpulan bahwa penyelesaian konflik adalah dengan berdialog. Dialog untuk memahami satu sama lain, mencoba mencari kesepakatan antara apa yang diinginkan pihak satu dan pihak lain tanpa harus merugikan satu sama lain. Bentuk dialog tersebut bermacam-macam. Berikut jenis-jenis penyelesaian konflik:

Yang pertama, Konsiliasi. Yaitu suatu cara untuk mempertemukan pihak-pihak yang berselisih guna mencapai persetujuan bersama untuk berdamai. Dalam proses pihak-pihak yang berkepentingan dapat meminta bantuan pihak ke tiga. Namun dalam hal ini pihak ketiga tidak bertugas secara menyeluruh dan tuntas. Ia hanya memberikan pertimbangan-pertimbangan yang dianggapnya baik kepada kedua pihak yang berselisih untuk menghentikan sengketanya. Yang kedua, Mediasi. Yaitu suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan seorang pengantara (mediator). Dalam hal ini fungsi seorang mediator hampir sama dengan seorang konsiliator. Seorang mediator juga tidak mempunyai wewenang untuk memberikan keputusan yang mengikat; keputusannya hanya bersifat konsultatif. Pihak-pihak yang bersengketa sendirilah yang harus mengambil keputusan untuk menghentikan perselisihan.

Yang ketiga, Arbritasi. Yaitu suatu cara penyelesaian masalah dengan menghadirkan pihak ketiga yang berperan sebagai “judge” atau melalui pengadilan. Seorang arbiter memberi keputusan yang mengikat kedua pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang hakim harus ditaati. Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan itu, ia dapat naik banding kepada pengadilan yang lebih tinggi sampai instansi pengadilan nasional yang tertinggi. Dalam hal persengketaan antara dua negara dapat ditunjuk negara ketiga sebagai arbiter, atau instansi internasional lain seperti PBB. Yang keempat, Koersi. Yaitu suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik atau pun psikologis. Bila paksaan psikologis tidak berhasil, dipakailah paksaan fisik. Pihak yang biasa menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak yang merasa yakin menang, bahkan sanggup menghancurkan pihak musuh. Pihak inilah yang menentukan syarat-syarat untuk menyerah dan berdamai yang harus diterima pihak yang lemah. Misalnya, dalam perang dunia II Amerika memaksa Jepang untuk menghentikan perang dan menerima syarat-syarat damai.

Dari cara-cara penyelesaian konflik tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa cara yang ditempuh Pemerintah Pusat dan GAM untuk menyelesaikan masalah mereka adalah Mediasi. Menghadirkan pihak ketiga (dalam hal ini CMI), pihak ketiga tersebut memberikan nasehat-nasehat (bersifat konsultif) dan tidak memberikan keputusan yang mengikat. Nota perdamaian RI-GAM bukan hasil keputusan CMI, melainkan karena kesepakatan bersama antara RI dengan GAM. Namun nota tersebut tidak akan berarti tanpa adanya pemeliharaan perdamaian. Kedua belah pihak juga harus bisa menjaga perdamaian tersebut. pemerintah harus lebih memperhatikan wilayah-wilayah kedaulatannya, sedangkan rakyat Aceh juga perlu adanya kesadaran bahwa Indoensia ini luas, banyak pulau yang dipisahkan dengan lautan. Mereka harus bisa mandiri dan justru membuktikan diri bahwa mereka bisa mengurus rumah tangga wilayahnya sendiri dengan mengolah sumber daya alam mereka sendiri.




You may also like

Tidak ada komentar: